21 October 2011

Seandainya ada satu ruang di ujung situ...

Kadang-kadang, aku ingin menjadi seseorang yang hanya mempunyai satu urusan saja pada satu waktu. Tidak seperti sekarnag yang ketika masak, aku ingat thesis. Ketika mengerjakan thesis, aku ingin conference. Ketika aku pergi conference, aku ingin belanja. Ketika aku belanja, aku ingat orang tua. Ketika aku pulang, aku ingat cita-cita. Ketika aku ingat cita-cita, aku memikirkan anak.

Ketika memikirkan anak, aku ingin kerja. Ketika aku kerja, aku ingat belum masak, belum bersih-bersih, thesis belum selesai, belum booking tiket, belum telpon guru, belum persiapan ini dan itu, mesti ke orientasi sekolahnya anak, bayar tagihan, ngurus direct-debit, ngurus pajak dan seterusnya ga ada habisnya. Kadang-kadang, aku bertanya kepada diriku sendiri bahwa semua urusan sudah aku urus sesimpel mungkin, semudah mungkin, mengapa semua urusan ini masih begitu terasa tidak simple.

Datang dan pergi tiada henti. Belum lagi yang namanya urusan perasaan. Kadang-kanga aku ingin punya switch-control di otak dan hatiku. Sehingga aku tidak selalu merasa bersalah. Sehingga aku tidak selalu merasa terburu-buru. Sehingga aku tidak selalu overwhelmed dan frustrated.

October this year and last year is the same, hati dan pikiran terlalu sibuk untuk semuanya. Seandainya ada satu ruang di ujung situ yang mana aku bisa mematikan semua sibuk itu dan hanya sadar untuk satu hal di satu waktu, untuk Sang Khalik.