Tidak semua yang baik akan berbalas dengan kebaikan yang sama, mungkin demikian juga bahwa tidak semua yang buruk akan berbalas dengan keburukan yang sama. Sehingga sungguh aku tidak perlu kecewa atas apa yang aku terima.
Dalam hal yang selalu kupercaya, salah satunya adalah selalu berbuat baik di setiap kesempatan, meskipun menyakitkan. Dalam kesempatan yang sama, selalu berusaha tidak menimbang balasan yang diterima atas apa yang dikerjakan.
Hal yang lebih penting dari semuanya, satu dan hanya satu teman terbaikku masih setia mendampingi, mengingatkan dan menerimaku apa adanya. Teman terbaikku yang selalu memaafkan dan menyenangkan. Kurang apa lagi...
I love my days
and they illuminate my soul
28 November 2013
03 August 2013
INSANE
It is just nearly there. One of my neighbors says, if I have been through for 3 years, it is not hard for only another 2 weeks. She is right, totally right. My supervisor says that I am on the track and it is very achievable. Lovely encouragement. I am just almost there. If I may whinge, this work has made me insane... I feel so lonely, no friend, no social life, only me, paper, journals, computers and those stuffs. My counselor says that I am not suppose like this. Do a solid work and take a break, she says. Yes, I am trying, but it doesn't always happen. Anyway, I try again, am back to my work now.
29 July 2013
Angry Bird
I do miss so many occasions while pursuing my dreams. Jealous is part of my life and often hurts me. Argh... It's my life and what I have decided is my business. I have my own path and am always proud of it. You may say whatever like silly, stupid, isolated, non-social, arrogant and so on. I don't really care what you think of me. It's not you who make me great, but it's my self. And, it is always myself. As much as I don't care of you. I am a little selfish today, indeed. It's okay for today. Bleh...
11 April 2013
Mau hidup di mana?
Kemarin, saya menghadiri sebuah acara pameran pertukaran
pelajar yang diselenggarakan oleh UNSW. Di sana hadir berbagai rekanan UNSW
yang menyediakan program bagi mahasiswa UNSW untuk belajar di luar negeri
(baca: di luar Australia). Salah satu rekanan adalah ACICIS, yang menyediakan
program belajar singkat di Indonesia. Secara khusus UNSW juga bekerja sama
dengan UI dan ITB, untuk program pertukaran mahasiswa. Namun, hanya ada ACICIS
di pameran kemarin.
Di sini saya bukan mau cerita apa itu ACICIS, tapi mereka
yang terlibat dalam ACICIS. Beberapa di antaranya adalah yang saya temui di
pameran kemarin, Annika dan Ashleigh (Semoga ga salah ketik, baca: aslie). Annika
dan Ashleigh adalah alumni ACICIS. Annika pernah belajar dan tinggal di Jogja
dan juga Malang selama satu tahun. Not to mention how many times she has visited
Bali. Ashleigh tinggal lebih lama (sepuluhan tahun) di Jakarta karena orang
tuanya bekerja di Jakarta. Dua wanita cantik ini dengan jiwa nasionalisme yang
tinggi menawarkan Indonesia kepada para mahasiswa. Jiwa nasionalisme yang saya maksud ini adalah
nasionalisme kepada ibu pertiwi saya, Indonesia. Saya sangat terharu dengan
cara mereka mempromosikan Indonesia.
Kepada siapa saja yang mampir ke meja ACICIS, mereka
mengatakan “you must go to Indonesia, it is a beautiful country with a great neighbourhood.
The people are so nice, friendly and helpful”. Salah satunya mereka juga
mengatakan “I am so passionate about Indonesia, there are so many good things
you can do in the country, while you are studying”. Mereka juga menceritakan
kisah pertama kali mendengar suara azan subuh, yang sangat asing buat mereka. Pertama
kali mereka menduga itu adalah orang gila yang mengganggu tetangga di pagi
hari. Termasuk juga mendengarkan pengumuman untuk warga sekampung yang
diperdengarkan lewat loud speaker di masjid-masjid. Sesuatu yang tidak mereka dapatkan
di negaranya menjadi hal yang unik namun berkesan baik. Berkesan baik secara mereka bisa memahami
maksud dan tujuan dari penggunaan loud speaker tersebut.
Tentu saja mereka mendapatkan pertanyaan mengenai terorisme
dan khususnya pengeboman di Bali. Dengan cantiknya mereka menjelaskan bahwa hal
yang sama bisa terjadi di mana saja. Bahkan Annika dan Ashleigh merasa malu
karena orang-orang sebangsanya (baca: sesame Aussie) membawa citra buruk negara
Australianya, karena banyak mereka yang mabuk dan tidak bersopan-santun sewaktu
berwisata di Bali dan sekitarnya.
Salah seorang peserta pameran dari sebuah institusi di
Kanada mendekati meja ACICIS di waktu kami tidak ada pengunjung. Beliau
memberikan pertanyaan yang umum mengenai ACICIS dan Indonesia. Sekali lagi
dengan semangat Annika dan Ashleigh menjelaskan pentingnya mengenal lebih dekat
tetangga sebelah, yang jumlah penduduknya sekitar 250juta dengan mayoritas
muslim. Selain Social Development, ACICIS memang mempunyai sebuah program studi
tentang Islam.
Sementara itu, di persilangan jalan Kingsford, saya
sering bertemu dengan saudara-saudari saya berdarah Indonesia dengan celoteh
yang berbeda tentang Indonesia. Yah, berbeda dan cenderung melihat sisi
negatifnya. Bahkan terkesan mengatakan bahwa Indonesia bukanlah tempat yang
layak untuk hidup. Jujur saja, saya risih dengan yang mereka katakan tapi juga
tidak menyalahkannya.
Namun demikian, pelajaran yang saya peroleh di pameran itu mengingatkan bahwa hidup di mana saja bisa jadi sama, entah di atas tumpukan emas atau jerami. Tergantung dari sisi mana kita melihatnya, menyikapinya dan menikmatinya. Annika dan Ashleigh termasuk yang sudah nyaman hidup di Australia dengan segala keberaturannya. Mereka pun berkeinginan hidup dan mengabdi di Indonesia. Sebagai catatan, Annika adalah calon guru bahasa Indonesia. Hal ini benar-benar pelajaran buat saya, bahwa mau hidup di mana bukan masalah tempatnya, tapi masalah apa yang mau atau bisa kita lalukan di sana. Dan bisa melakukan yang kita inginkan, adalah hidup itu sendiri.
Namun demikian, pelajaran yang saya peroleh di pameran itu mengingatkan bahwa hidup di mana saja bisa jadi sama, entah di atas tumpukan emas atau jerami. Tergantung dari sisi mana kita melihatnya, menyikapinya dan menikmatinya. Annika dan Ashleigh termasuk yang sudah nyaman hidup di Australia dengan segala keberaturannya. Mereka pun berkeinginan hidup dan mengabdi di Indonesia. Sebagai catatan, Annika adalah calon guru bahasa Indonesia. Hal ini benar-benar pelajaran buat saya, bahwa mau hidup di mana bukan masalah tempatnya, tapi masalah apa yang mau atau bisa kita lalukan di sana. Dan bisa melakukan yang kita inginkan, adalah hidup itu sendiri.
03 April 2013
Mungkin memang seperti inilah ...
Ada yang indah, menyenangkan, membanggakan, membuatku tersenyum sendiri ketika mengingatnya. Betapa masa lalu yang menggairahkan...
Ada yang buruk, menyedihkan, memalukan, pun membuatku tersenyum sendiri ketika teringat. Betapa masa lalu yang penuh perjuangan...
Yang lalu, sekarang atau yang akan datang sepertinya akan selalu sama. Indah, buruk, menyenangkan, menyedihkan, membanggakan, memalukan.... senyum, gairah, tangis dan perjuangan silih berganti. Mungkin memang seperti inilah ...
Ada yang buruk, menyedihkan, memalukan, pun membuatku tersenyum sendiri ketika teringat. Betapa masa lalu yang penuh perjuangan...
Yang lalu, sekarang atau yang akan datang sepertinya akan selalu sama. Indah, buruk, menyenangkan, menyedihkan, membanggakan, memalukan.... senyum, gairah, tangis dan perjuangan silih berganti. Mungkin memang seperti inilah ...
02 April 2013
About 3 km, 40 min
For the sake of education, I walk about 30 km for 30-40
minutes every morning and afternoon. Most of the time, I’ve got to walk in
rush. See the picture below. A is my flat, B is my son’s school and C is my
study station.
I don’t really want to whinge because of the tiredness, and
try to see this as an exercise instead. However I cannot deny that this is time
consuming. After more than a year of doing this, I admit that this kind of
exercise is not worth it putting off my weight or what. My work becomes less
effective to some extent. In the morning, I have to do at least a few minutes
relaxation (plus a coffee latte) after every walk (which is at least half an
hour), before I can fully pumped to do my main activity. In the afternoon, I
have to stop my work whatsoever when the clock strikes five, to avoid late-fee
collection. Badly, then I get starving.
Anyway, for the sake of education, really I do try to accept this situation and do my best. This must be my destiny, and so let’s live it. Let's live it, let's live it.
Anyway, for the sake of education, really I do try to accept this situation and do my best. This must be my destiny, and so let’s live it. Let's live it, let's live it.
24 January 2013
Yts. Waktu
Waktu, masih ingatkah kamu ketika pertama kali kita
berkenalan. Saat itu aku di sekolah dasar, ketika pertama kalinya aku punya
jadwal sekolah atau mungkin tepatnya ketika aku belajar tentang jam. Mungkin
sejak itulah, kau waktu selalu menjadi sesuatu yang aku lihat dan menjadi
bagian dari keseharianku. Waktu, dulu kau sangat baik sekali. Selalu ramah dan
membuat hampir segala aktivitasku menyenangkan. Aku sangat menyayangimu sejak
pertama kita berjumpa.
Namun, sejak aku menyelesaikan kuliah S-1, kenapa kau
menjadi tidak ramah lagi. Bahkan belakangan ini aku merasa sudah tak sanggup
lagi kaupermainkan. Kadang kau pergi tanpa permisi sehingga mengobrak-abrik
jadwalku. Kadang kau memaksaku untuk ini dan itu, padahal aku terjebak sesuatu
yang lain. Kadang kau meraung-raung sampai aku merasa tertekan dan harus
mengeluarkan segala daya upaya untuk menahanmu. Kadang kau membuatku sedih dan
merana sampai aku galau segalau-galaunya. Kadang kau bersamaku tapi tidak lagi menyenangkanku.
Kau hanya diam dan begitupun aku kau buat terdiam.
Waktuku sayang, maafkan aku jika sebenarnya aku yang
membuatmu seperti itu. Tapi kenapa kamu tidak mengingatkanku sejak awal jikalau
memang demikian adanya. Sekarang mungkin kau sudah terlanjur terluka. Tapi
waktu, maafkanlah aku. Maafkanlah aku.
Aku masih menyayangimu seperti sejak pertama aku mengenalmu.
Sekali lagi aku ingin berdamai denganmu dengan kasih sayang yang hangat. Kita
berjalan bersama, beriringan, bergandengan dan lebih dari saling menyayangi.
Kita rencanakan masa depan kita bersama, kita buat lagi semuanya tertata. Jika memang
kita harus berlari, maka kita berlari bersama-sama. Jika memang kita harus
menaiki tangga satu demi satu, kita pun bersama-sama menapakinya. Jangan
tinggalkan aku dengan tiba-tiba. Jika saatnya kita bergurau, maka kita pun
tersenyum bersama. Jika saatnya ber-holiday, kita pun santai bersama. Dan yang
lebih penting, ingatkan aku ketika lalai denganmu karena aku ini manusia yang
mudah lupa denganmu.
Waktuku sayang, kembalilah padaku. Maafkanlah
aku.
26 December 2012
Haruskah memilih-milih kebaikan
Salah satu kelemahan saya adalah tidak memilih-milih kepada siapa saya berbuat baik. Siapa saja, selagi saya bisa, saya bantu. Sulit sekali mengatakan tidak. Saya tidak mengenal apakah itu teman, pengkhianat, bos, bawahan, musuh atau orang tidak saya kenal. Saya kerjakan yang terbaik untuk mereka, tidak pandang bulu, ikhlas.
Belakangan ini, dua orang terdekat saya mengatakan dengan terang-terangan dan berkali-kali bahwa saya ini bodoh dan merugi karena hal tersebut. Saya akui sering mengalami kesulitan dan hanya diri sendiri yang datang membantu. Hal ini membuat saya berfikir, apakah harus memilih untuk berbuat baik.
Selain itu,apa yang saya kerjakan seringkali tidak sepadan apa yang saya terima. Sedemikian, kata mereka, saya ini mudah dimanfaatkan. Kata mereka lagi, saya harus belajar untuk mengerjakan sebanyak yang akan saya terima saja. Jangan mempermudah orang lain, work share means sharing the work. You have done yours, that's it. Leave the others.
Namun, kenapa ya saya sulit sekali mencerna apa yang mereka katakan. Memang benar, sudah banyak buktinya. Misalnya ketika saya membantu si A, saya tidak pernah mendapat balasan apa pun dari si A. Ketika saya membantu menyelesaikan pekerjaan si B, saya tidak pernah mendapat balasan dari si B. Tapi, bukankah tanpa si A dan si B, Tuhan telah memberi berbagai keajaiban yang saya butuhkan. Saya bisa melakukan banyak hal lain tanpa bantuan dari seorang pun kecuali tangan Tuhan langsung. Misalnya, ketika saya kesepian, tiba-tiba ada seseorang datang menghampiri mengajak ngopi. Ketika saya kelelahan, tiba-tiba mendapat berita bagus dari keluarga. Tiba-tiba mendapat hadiah dari seseorang. Dan masih banyak yang lainnya.
Saya bodoh, merugi atau dimanfaatkan, terserah. I just do it. Do not need to weigh what I do. Too complicated, just do it the best.
Subscribe to:
Posts (Atom)