Waktu, masih ingatkah kamu ketika pertama kali kita
berkenalan. Saat itu aku di sekolah dasar, ketika pertama kalinya aku punya
jadwal sekolah atau mungkin tepatnya ketika aku belajar tentang jam. Mungkin
sejak itulah, kau waktu selalu menjadi sesuatu yang aku lihat dan menjadi
bagian dari keseharianku. Waktu, dulu kau sangat baik sekali. Selalu ramah dan
membuat hampir segala aktivitasku menyenangkan. Aku sangat menyayangimu sejak
pertama kita berjumpa.
Namun, sejak aku menyelesaikan kuliah S-1, kenapa kau
menjadi tidak ramah lagi. Bahkan belakangan ini aku merasa sudah tak sanggup
lagi kaupermainkan. Kadang kau pergi tanpa permisi sehingga mengobrak-abrik
jadwalku. Kadang kau memaksaku untuk ini dan itu, padahal aku terjebak sesuatu
yang lain. Kadang kau meraung-raung sampai aku merasa tertekan dan harus
mengeluarkan segala daya upaya untuk menahanmu. Kadang kau membuatku sedih dan
merana sampai aku galau segalau-galaunya. Kadang kau bersamaku tapi tidak lagi menyenangkanku.
Kau hanya diam dan begitupun aku kau buat terdiam.
Waktuku sayang, maafkan aku jika sebenarnya aku yang
membuatmu seperti itu. Tapi kenapa kamu tidak mengingatkanku sejak awal jikalau
memang demikian adanya. Sekarang mungkin kau sudah terlanjur terluka. Tapi
waktu, maafkanlah aku. Maafkanlah aku.
Aku masih menyayangimu seperti sejak pertama aku mengenalmu.
Sekali lagi aku ingin berdamai denganmu dengan kasih sayang yang hangat. Kita
berjalan bersama, beriringan, bergandengan dan lebih dari saling menyayangi.
Kita rencanakan masa depan kita bersama, kita buat lagi semuanya tertata. Jika memang
kita harus berlari, maka kita berlari bersama-sama. Jika memang kita harus
menaiki tangga satu demi satu, kita pun bersama-sama menapakinya. Jangan
tinggalkan aku dengan tiba-tiba. Jika saatnya kita bergurau, maka kita pun
tersenyum bersama. Jika saatnya ber-holiday, kita pun santai bersama. Dan yang
lebih penting, ingatkan aku ketika lalai denganmu karena aku ini manusia yang
mudah lupa denganmu.
Waktuku sayang, kembalilah padaku. Maafkanlah
aku.