Hari ini, 27 Januari 2011, tepat 100 hari meninggalnya ibu. Sungguh akua masih belum percaya kalau ibu telah tiada. Kadang-kadang masih kepikiran untuk mengirim sms atau sekedar telepon semenit dua menit ke ibu. Nomor ibu masih aktif memang, namun adik saya yang membawanya. Mungkin adik-adikku juga masih berkabung sepertiku.
Ibu sedang apa ya sekarang di alam sana.... owh.... No more than missing you so much, bunda...
Kami sangat dekat, hati kami pikiran kami... Kesedihan ibu adalah kesedihanku. Upaya untuk meringankan bebannya belum sampai maksimal, kini beliau telah tiada. Aku masih ingat benar raut muka bahagia ibu ketika dulu, dulu sekali, dengan uang beasiswaku yang tidak seberapa waktu kuliah S1 di Jogja, aku membelikannya "wajan anti lengket" yang baru ngetop diiklankan di tivi. Juga ketika aku membelikan beliau "dandang tutup kaca" dan "cetakan muffin". Dengan rapelan gaji CPNS dulu beliau aku belikan "HP", "cincin", "giwang" dan lain sebagainya... dan diterimanya dengan senang hati... mungkin bukan karena harga dari sekedar materi itu, namun karena bunda bahagia punya anak yang memperhatikannya. Aku bahagia ketika ibu mengatakan bahwa aku cukup memperhatikannya, artinya ibu tau kalau aku begitu sayang padanya.
Ibu pernah mengatakan bahwa sudah cukup aku membelikan ini memberikan itu, sudah saatnya untuk diriku sendiri. Instead of giving the money to her, she wanted me to buy cosmetics to made me up, to buy branded clothes and to wear jewelery... as women should be... But never did that until she's gone because what I only thought is her burden of living cost and her happiness. We were different in seeing what beautiful of women is, at least in term of physical appearing. Anyway, I felt guilty, I wear now my jewelery and put on powder or lip-colour before leaving home as well as clean my face up properly. But not yet with clothes. Well, I'll find it out how myself adjust with this but if it turns likely otherwise feeling not confident, I'll be back to myself what I'm used to be. I believe she'll understand and happy still because I know better the other way to make her satisfies.
Kami sangat dekat, hati kami pikiran kami... Kesedihan ibu adalah kesedihanku. Upaya untuk meringankan bebannya belum sampai maksimal, kini beliau telah tiada. Aku masih ingat benar raut muka bahagia ibu ketika dulu, dulu sekali, dengan uang beasiswaku yang tidak seberapa waktu kuliah S1 di Jogja, aku membelikannya "wajan anti lengket" yang baru ngetop diiklankan di tivi. Juga ketika aku membelikan beliau "dandang tutup kaca" dan "cetakan muffin". Dengan rapelan gaji CPNS dulu beliau aku belikan "HP", "cincin", "giwang" dan lain sebagainya... dan diterimanya dengan senang hati... mungkin bukan karena harga dari sekedar materi itu, namun karena bunda bahagia punya anak yang memperhatikannya. Aku bahagia ketika ibu mengatakan bahwa aku cukup memperhatikannya, artinya ibu tau kalau aku begitu sayang padanya.
Ibu pernah mengatakan bahwa sudah cukup aku membelikan ini memberikan itu, sudah saatnya untuk diriku sendiri. Instead of giving the money to her, she wanted me to buy cosmetics to made me up, to buy branded clothes and to wear jewelery... as women should be... But never did that until she's gone because what I only thought is her burden of living cost and her happiness. We were different in seeing what beautiful of women is, at least in term of physical appearing. Anyway, I felt guilty, I wear now my jewelery and put on powder or lip-colour before leaving home as well as clean my face up properly. But not yet with clothes. Well, I'll find it out how myself adjust with this but if it turns likely otherwise feeling not confident, I'll be back to myself what I'm used to be. I believe she'll understand and happy still because I know better the other way to make her satisfies.
No comments:
Post a Comment