Ini tulisan versi saya, karena saya tahu di sana-sana pasti
banyak yang menulis tentang belajar dan bekerja. Saya sudah bertahun-tahun kuliah
dan juga bekerja. Pada masa kuliah S1 dulu, saya bekerja sebagai tutor atau
guru les. Murid saya hanya beberapa (6 atau 7 anak, lupa) tapi saya mengajar mereka sampai
tahunan. Selain itu saya pernah bekerja di laboratorium komputer dan jualan
kebaya. Jualan kebaya dari teman ke teman, semacam bisnis pribadi. Saya sendiri
bos sekaligus salesnya. Mungkin tidak banyak yang percaya saya pernah menjadi sales :)
Pada masa S2, saya pernah bekerja sebagai customer service
atau pelayan. Jangan dibayangkan pekerjaan ini cuma duduk di belakang konter
untuk menerima konsumen, tapi juga ngurus order, stocktake, menerima komplen dan
bersih-bersih workshop. Selain itu pernah menjadi team member di supermarket
yang kerjaannya ngurusi display barang-barang jualannya. Pernah juga kerja jadi
tutor, pencatat perkuliahan dan tukang foto kopi di kampus. Sewaktu S3 saya
pernah bekerja sebagai pelayan toko cepat saji kemudian naik jabatan menjadi
supervisor, barista (penyaji kopi), tutor, pengawas ujian di kampus, tukang
administrasi dan juga konsultan membuat soal-soal matematika untuk
international competition.
Dari sebanyak pekerjaan yang saya jalani, saya masih
menerima predikat cum-laude ketika menyelesaikan S1, sekolah S2 dan S3 di luar
negeri dengan beasiswa dan alhamdulillah semuanya dengan hasil yang memuaskan,
termasuk selesai on-schedule dan publikasi. Yah, gak jelek-jelek amat kan :)
Mempunyai pekerjaan selagi masa kuliah tidaklah berita baru.
Saya tidak menyebut berkerja selagi kuliah adalah pekerjaan sampingan, karena
jika menjalani keduanya sebaiknya serius supaya hasilnya optimal. Sebutan
sampingan memang kedengaran agak menyepelekan status, bagi saya. Jika
pekerjaannya tidak fulltime (8 jam sehari, 5 hari seminggu) saya lebih
cenderung menyebutnya pekerjaan paruh waktu atau parttime.
Bekerja memberikan beberapa manfaat. Yang jelas tentu saja
manfaatnya adalah memberikan pendapatan berupa uang. Uang bisa untuk apa saja
seperti membeli buku kuliah, melengkapi sumber belajar, rekreasi, donasi atau tabungan.
Tambahan pendapatan ini dapat secara langsung bermanfaat untuk kemajuan kuliah
dan tentu saja kenikmatan tersendiri ketika bisa merasa financially free selama
berbelanja.
Selain itu, dengan bekerja kita bisa mengembangkan banyak
keterampilan. Jenis keterampilannya tentu saja sesuai tempat kerja dan sejauh
mana kita serius memanfaatkan waktu bekerja untuk mengasah keterampilan. Selama
saya bekerja, saya mengamati ada beberapa teman kerja yang berkerja sekedar mendapatkan
uang. Pokoknya sudah menghabiskan waktu untuk kerja dan kerja sekedarnya. Kalau
saya employer, saya tidak puas dan tidak suka dengan pekerja yang seperti ini. Dan menurut saya, percuma membuang waktu capek-capek hanya untuk uang.
Padahal jika kita bekerja dengan tekun, selain bos senang,
kita secara tidak langsung mengasah keterampilan. Contohnya, bekerja sebagai
pelayan di restaurant cepat saji. Sebagai pelayan resto di luar negeri, secara
gratis kita mengasah kemampuan komunikasi dalam bahasa inggris dengan banyak
orang dari berbagai latar belakang budaya dalam konteks nyata. Sebagai pelayan,
kita diminta untuk membuat konsumen merasa nyaman sekaligus up-sell sebanyak-banyaknya.
Selama melakukan ini, kita bisa berlatih berbicara efektif dan memikat. Bisa
juga melatih kesabaran dan berbicara logis, ketika ada konsumen
sekonyong-konyong marah-marah dan komplain. Keterampilan mengorganisasikan
produk, penjualan dan mempertahankan/meningkatkan profit juga bermanfaat. Ada
juga ilmu mengenai makanan cepat saji (Food Handling and Safety), barista (seni menyajikan
kopi), dan keselamatan di tempat kerja (Occupational and Health Safety) yang bisa
diperoleh.
Namun, di tempat kerja juga bisa memberikan stress
tersendiri. Kadang ada tekanan, kritik atau perubahan-perubahan di tempat kerja
yang perlu kita adaptasi. Bisa juga terjadi harassment, bullying, dsb di tempat
kerja yang bisa mempengaruhi mood setelah bekarja, yang secara langsung atau
tidak mempengaruhi kuliah atau keluarga. Bagi saya, ini adalah latihan
memanajemen stress. Dalam hidup saya, down side selalu ada dan hanya bisa
diatasi. Hanya ada beberapa yang bisa dihindari. Saya mencoba menghindarinya,
tapi kadang kita harus bersinggungan dengan orang-orang yang tidak bisa kita kontrol dan membuat hal-hal negatif. Mau tidak mau, keterampilan memahami dan mengatasinya yang perlu diasah.
Perlu tahu prosedurnya jika harassment terjadi, perlu memahami diri sendiri
bagaimana mengatasi mood yang terlalu (terlalu senang/sedih). Perlu juga
memahami bagaimana menikmati masa-masa sedih. Saya yakin, tidak semua orang
selalu happy dan selamanya happy. Tentu saja tidak mudah. Tapi kalau bisa
melakukannya, ini adalah nilai lebih.
Ada satu lagi, yaitu kemampuan mengatur waktu, termasuk
mengatur waktu tidur dan liburan. Selama bekerja dan juga kuliah, waktu tidur
dan liburan menjadi terbatas. Padahal kita semua wajib untuk tidur dan liburan
untuk memenuhi kesejahteraan biologis. Memaksimalkan yang terbatas perlu
latihan tentunya, perlu ilmu. Ilmu itu bisa dipelajari.
Ketrampilan-keterampilan yang saya gambarkan di atas
termasuk keterampilan yang transferable. Maksudnya, bisa digunakan di situasi
yang baru. Ketrampilan ini bisa menjadi nilai tambah di kurikulum vitae dan
bisa dipakai untuk melamar pekerjaan yang lebih menghasilkan. Jangan dilihat
status pekerjaannya yang mungkin hanya sebagai pelayan, tapi lihatlah
keterampilan yang dimiliki. Sebagai seorang dengan status dokter misalnya,
kalau tidak mampu berkomunikasi, mengatasi ancaman di tempat kerja atau
memanajemen waktu, tidak banyak kesuksesan yang bisa kita lihat. Ketrampilan
ini tidak selalu diperoleh begitu saja selama kuliah. Perlu dicatat sekali
lagi, keterampilan itu hanya diperoleh jika tekun belajar.
Akhir cerita, saya tidak memaksa atau
menganjurkan teman-teman yang sedang kuliah untuk juga bekerja. Ini keputusan
pribadi. Masih-masing mempunyai pertimbangan. Pertimbangan berdasarkan
kebutuhan. Saya hanya tidak begitu setuju dengan pendapat bahwa bekerja dapat
mengganggu kuliah. Memang sih dapat menganggu kuliah dan juga capek, jika tidak pandai
mengatur semuanya. Tidak bekerja pun selama kuliah belum tentu menjanjikan hasil
yang prima. So, it depends how tough you are.