Cincin yang sekarang saya pake mempunyai sejarah. Sebuah
cinta yang tak terungkapkan namun selalu saya kenang.
Awal bulan ke-empat menjadi CPNS, saya menerima rapelan gaji
yang jumlahnya menjadi cukup lumayan karena akumulasi 4 bulan gaji. Yang lebih berkesan,
ini adalah gaji pertama saya, hard cold
cash :).
Berhari-hari saya memikirkan apa yang mau saya lakukan dengan uang itu.
Akhirnya saya membeli handphone untuk Bapak (HP pertamanya,
meskipun saya hanya sanggup beli secondand, merk Erics**, lipatan dengan antenna nongol).
HP Bapak yang saya belikan pertama ini sudah dijual dan sampai sekarang dia sudah
berganti HP 2x yang juga pemberian saya. Salah satunya HP pemberian seseorang untuk
berterima kasih karena anaknya saya bantu. Sementara waktu itu saya masih senang
dengan HP saya sendiri, jadi tidak saya tolak tapi saya berikan kepada Bapak :).
Saya juga membeli satu set perhiasan untuk Ibu. Katakan saja
satu set meskipun hanya cincin dan tindik yang semodel serta gelang bangel yang
berbeda model. Tadinya cincin ini bermata mutiara. Mutiara asli yang saya masih
ingat betul, mbaknya yang jualan meyakinkan saya dengan membakarnya dan mutiara
itu tidak hangus :).
Saya tahu pasti, Ibu senang memakai perhiasan. Ibu senang
menerimanya meskipun memaksa saya sendiri yang memakai perhiasan itu. Waktu
itu, saya tidak senang memakai ah cincin gelang atau tindik. Polos :D karena tidak juga ber-make-up. Saya menolak halus akhirnya
beliau memakainya. Saya hanya bilang kalau saya pengen suatu saat nanti, jika
pengen memakai cincin, saya pengen cincin yang bermata merah.
Selang beberapa waktu, mutiara di cincin itu hilang. Lepas
entah di mana. Kami menyebutnya cincin mutiara yang hilang sambil bercanda.
Saya tidak pernah tahu kapan Ibu mereparasi cincin itu, hanya tiba-tiba saya
melihat di jari Ibu, cincin itu bermata merah. Saya membiarkan saja toh itu
milik beliau.
Cincin inilah yang ada di foto itu. Saya sekarang memakai
cincin itu. Ibu saya tahu bahwa karena saya tidak suka perhiasan, saya tidak
akan membeli perhiasan, meskipun saya mampu. Sesungguhnya tidak pernah sebersitpun
mengharapkan perhiasan ini kembali, saya membeli semuanya hanya untuk Ibu. Saya
tidak memberikan Ibu dan Bapak saya gaji pertama saya dalam bentuk uang karena
saya tahu, uang akan habis dipakai untuk kebutuhan sehari-hari. Dan mungkin Ibu
tidak akan memakai perhiasan atau Bapak tidak akan punya HP seperti yang mereka inginkan
waktu itu.
Saya sekarang memakai cincin seperti saya
impikan dulu, dan Ibu yang menyiapkannya untuk saya. Bapak mengembalikan semua
perhiasan itu kepada saya setelah Ibu pergi. Bapak cerita kalau perhiasan itu
sudah keluar masuk pegadaian untuk menambal sulam kebutuhan hidup. Katanya,
sudah cukup saya membantu orang tua dan sudah saatnya memperhatikan diri saya
sendiri. Seperti kata Ibu dulu, saya harus memperhatikan diri saya supaya
selalu cantik. Dan perhiasan di mata beliau adalah cantik. Makanya, jangan
heran jika saya sekarang sering memakai perhiasan karena saya ingin selalu
mengenang Ibu di setiap detik. Ada lagi peninggalan Ibu yang special buat saya,
bukan tanah yang luas atau warisan yang banyak. Benda ini dititipkan adik saya
untuk diberikan ke saya, yaitu make-up. Iya, bedak, lipstick, krim wajah., dkk Bukan
bendanya yang saya lihat, tapi pesan di balik benda itu.
No comments:
Post a Comment