18 September 2012

Menjadi Cantik


Cincin yang sekarang saya pake mempunyai sejarah. Sebuah cinta yang tak terungkapkan namun selalu saya kenang.

Awal bulan ke-empat menjadi CPNS, saya menerima rapelan gaji yang jumlahnya menjadi cukup lumayan karena akumulasi 4 bulan gaji. Yang lebih berkesan, ini adalah gaji pertama saya, hard cold cash :). Berhari-hari saya memikirkan apa yang mau saya lakukan dengan uang itu. 

Akhirnya saya membeli handphone untuk Bapak (HP pertamanya, meskipun saya hanya sanggup beli secondand, merk Erics**, lipatan dengan antenna nongol). HP Bapak yang saya belikan  pertama  ini sudah dijual dan sampai sekarang dia sudah berganti HP 2x yang juga pemberian saya. Salah satunya HP pemberian seseorang untuk berterima kasih karena anaknya saya bantu. Sementara waktu itu saya masih senang dengan HP saya sendiri, jadi tidak saya tolak tapi saya berikan kepada Bapak :).

Saya juga membeli satu set perhiasan untuk Ibu. Katakan saja satu set meskipun hanya cincin dan tindik yang semodel serta gelang bangel yang berbeda model. Tadinya cincin ini bermata mutiara. Mutiara asli yang saya masih ingat betul, mbaknya yang jualan meyakinkan saya dengan membakarnya dan mutiara itu tidak hangus :).

Saya tahu pasti, Ibu senang memakai perhiasan. Ibu senang menerimanya meskipun memaksa saya sendiri yang memakai perhiasan itu. Waktu itu, saya tidak senang memakai ah cincin gelang atau tindik. Polos :D karena tidak juga ber-make-up. Saya menolak halus akhirnya beliau memakainya. Saya hanya bilang kalau saya pengen suatu saat nanti, jika pengen memakai cincin, saya pengen cincin yang bermata merah.

Selang beberapa waktu, mutiara di cincin itu hilang. Lepas entah di mana. Kami menyebutnya cincin mutiara yang hilang sambil bercanda. Saya tidak pernah tahu kapan Ibu mereparasi cincin itu, hanya tiba-tiba saya melihat di jari Ibu, cincin itu bermata merah. Saya membiarkan saja toh itu milik beliau.

Cincin inilah yang ada di foto itu. Saya sekarang memakai cincin itu. Ibu saya tahu bahwa karena saya tidak suka perhiasan, saya tidak akan membeli perhiasan, meskipun saya mampu. Sesungguhnya tidak pernah sebersitpun mengharapkan perhiasan ini kembali, saya membeli semuanya hanya untuk Ibu. Saya tidak memberikan Ibu dan Bapak saya gaji pertama saya dalam bentuk uang karena saya tahu, uang akan habis dipakai untuk kebutuhan sehari-hari. Dan mungkin Ibu tidak akan memakai perhiasan atau Bapak tidak akan punya HP seperti yang mereka inginkan waktu itu. 

Saya sekarang memakai cincin seperti saya impikan dulu, dan Ibu yang menyiapkannya untuk saya. Bapak mengembalikan semua perhiasan itu kepada saya setelah Ibu pergi. Bapak cerita kalau perhiasan itu sudah keluar masuk pegadaian untuk menambal sulam kebutuhan hidup. Katanya, sudah cukup saya membantu orang tua dan sudah saatnya memperhatikan diri saya sendiri. Seperti kata Ibu dulu, saya harus memperhatikan diri saya supaya selalu cantik. Dan perhiasan di mata beliau adalah cantik. Makanya, jangan heran jika saya sekarang sering memakai perhiasan karena saya ingin selalu mengenang Ibu di setiap detik. Ada lagi peninggalan Ibu yang special buat saya, bukan tanah yang luas atau warisan yang banyak. Benda ini dititipkan adik saya untuk diberikan ke saya, yaitu make-up. Iya, bedak, lipstick, krim wajah., dkk Bukan bendanya yang saya lihat, tapi pesan di balik benda itu.

No comments: