Pertanyaannya: kurang ajarkah aku?
Aku kerja jadi tutor matematika. Salah satu muridku adalah keturunan Indonesia. Keluarga mereka udah resmi menjadi citizen negara Australia. Di rumah pun ngomong pake bahasa inggris, kadang-kadang aja si ibu-bapak pake bhs indo. Anak-anaknya gak fasih bhs indonesia, karena sejak kecil mereka tumbuh di negara berbahasa inggris ini. Budaya yang dikembangkan di rumah itu, kata si bapak, adalah budaya australia plus islam, begitu. Katanya budayanya beda dengan Indo. Kesan ini saya tangkap ketika si bapak sering bilang: ini di australia tante, bukan di indo.
Aku kalo datang tutorin si anak, pulangnya selalu dikasih makan, disediakan makanan yg kata dia ini spesial makanan dari negara ini dan itu dan sebagainya. Menurut dia, mungkin apa yang dilakukannya adalah menunjukkan dia itu orang baik, pemurah, ramah dan sebagainya. satu dua kali, aku gak bisa nolak. Suatu saat aku nolak dengan halus, maaf ngrepotin. Kata dia: enggak kok, ini sekalian dinner bareng kita. Suatu hari berikutnya: Maaf, saya tidak bisa stay di sini. Jawab dia: sebentar aja kok tante! Selanjutnya: Maaf, saya mau langsung pulang! apa kata dia: Lock the door In (panggilan utk anaknya), don't let tante go! Dalam hatiku, cih... gak sopan banged. Oke deh, kalo ini bercanda. Tapi please, bercanda macam apa ini? Apakah ini budaya australia yg dia bilang. Oke, satu dua kali gak pa pa. Tapi sekali lagi, please deh... suamiku nunggu di rumah untuk dinner bareng aku. setiap kali aku pergi sampe lebih jam 5 sore, aku rasanya pengen cepat pulang, ketemu suami. aku tahu, suamiku capek kerja. pengen aja nemeni dia. apa salah aku pengen cepat pulang? kontrak kerjaku kan cuma nge-lesi 2 jam aja! Dan hari-hari berikutnya, aku pun masih nolak. Aku bilang terus terang, aku mau pulang sudah ditunggu suami. Eh dia jawab apa? "Ditelpon aja disuruh makan di sini!" *gubrak!* menurut kamu dia orang baik? Sekali dua kali mungkin oke. Tapi, please... kita bukan orang yang kekurangan makan. Hidup kita bukan semata untuk makan. suamiku capek lah pulang kerja. aku juga capek. bayangan kita setelah kerja hanyalah istirahat, bergumul dengan keluarga atau pijet-pijetan. Tawaran itu sudah aku penuhin, terlalu sering enggak aku tolak atau tolakanku gagal. Menolak dengan halus, sudah seribu cara. Pelan-pelan aku dan suami merasa teraniaya.
Selain itu masalah kesehatan. Jujur. Ini mohon maaaaaaafff. Itu rumah: jorok! si bapak suka bersin sambil masak. Bener-bener tersiksaaaaa. Obat di meja makan itu sampe berplastik-plastik. Kita wonder: mereka ini penyakitan apa kok obatnya banyak banget. meskipun rasa masakan enak, pake a la negara ini dan itu, tapi.... arghhh..... tebak sendiri deh gimana rasanya nelen makanan yg gak jelas bebas ingus atau enggak. hiks... hiks... huaaaa...... huaaa...... Sayangnya, ini cuma uneg2 dalam hati. Aku gak berani nanya langsung ata dibikin bercanda sambil nyindir atau gimana. Hanya blog ini luapan hatiku tertulis. Aku gak mau makan kok dipaksa, dan itu berlangsung berbulan-bulan. Hitung berapa sendok udah aku telen, kalo seminggu aku tutorinn 2x. kadang lebih kalo menjelang exams. Hiks...hiks...
Dan akumulasi keteraniayaan itu pun, kemarin, aku ungkapkan. Beberapa kali aku bilang sebelum ngelesi, "maaf, nanti saya gak usah disiapkan makan atau disuguhi apa ya... saya mau langsung pulang". Gak mempan! masih aja dipaksa dan bilang ke anaknya kalo lesnya selesai: "In, lock the door! otherwise tante kabur." Kadang-kadang aku masih kenyang, masih saja dipaksa makan. Kadang-kadang aku lagi males makan, masih saja... hiks..hiks... Setiap selesai tutor tasku langsung tak jinjing dan aku udah berdiri pamitan tapi.... selalu saja dipaksa! dalam hati aku selalu berteriak: aku ingin pulaaaaang...
Suatu saat, aku datang si anak belum pulang sekolah. Eh si bapak bilang: "Ini tante dikasih makan aja dulu!" mak tratab atiku. Aku terganggu dengan kata-kata: dikasih makan. Aku mungkin lagi sensitif, PMS kali.... tapi, entahlah... I took it too personally!
Aku curhat ke suami. Sebenarnya dari dulu suamiku udah mengindikasikan kalo semacam ini akan jadi masalah. akan ada hutang budi atau apa. Oh ya, suamiku pernah nolak diundang makan karena suamiku capek mau istirahat di rumah. eh dia bilang apa? "Om ini kok gak mau diajak keluarga". jelas dong dengan lantang suamiku bilang: "Pak, jadi keluarga itu gak harus setiap kali makan bersama. Enggak pake diundang makan pun orang Indo yang di Australia saya anggap keluarga. Saya kan kemarin udah sering makan di tempat bapak, saya tidak bisa sering-sering pak, nanti bapak bangkrut lo. Maaf pak, saya capek kerja seminggu, saya mau istirahat." (kira-kira begitu, nada bicara suamiku agak soft dan dibuat sambil ngguyu2). Suamiku udah bilang dari dulu ke aku untuk berhenti aja karena ada sesuatu, udang di balik batu, dari sikap-sikap mereka. Kita tidak berburuk sangka, tapi memang sikap mereka sudah terlalu berlebihan. Menurut kami malah Jawa banged, bukan western.
Aku curhat ke tutornya sebelum aku. Dia bilang: "masalahnya simpel mbak. kalo berhenti, kasihan anaknya! dan menjadi tutor matematika kan udah profesimu" Dia juga diperlakukan sama seperti aku, tapi dia kan single, gak ada komitmen untuk buru-buru pulang. beda kasus. Benarkah simpel? Mungkin iya... tapi sekali lagi, aku teraniaya. Aku bahagia bisa jadi tutor matematika, iya profesiku. Tapi tidak untuk dipaksakan kehendakku.
Usul pindah tempat ngelesi juga udah pernah aku ajuin. Pindah ke bowen library (seperti aku ngelesi anak HSC yg lain), karena aku sibuk, save time dan sebagainya. hayaaaaah.... gagaaaaaaallll. aku gak bisa berargumen, cuma bisa bilang: ya sudah kalo gak boleh! Padahal si anak tutoring kimia juga di bowen library. Huh, kenapa aku gak boleh.
Akhirnya, muntub muntub sudah keinginanku untuk tidak makan di rumah itu. Sebelum berangkat aku telpon: "Maaf, saya tidak mau disuguhi makanan lagi kalo ngelesi. Kalo disiapkan suguhan, saya gak datang saja". Akhirnya, dia bilang "oh iya iya tante, enggak ya gak papa". bener aku berangkat, aku tidak dipaksa makan. Tidak ditawarin teh atau kopi. tidak dipaksa-paksa. Hanya air putih seperti biasa, yang aku minta. Hanya air putih saja.
Aku datang untuk kerja. Aku datang untuk menularkan ilmuku. Aku datang sekedar membantu anak kamu belajar matematika. Aku tidak datang untuk undangan makan dan aku tidak datang untuk dikasih makan. Kurang ajarkah aku menolak disediakan suguhan?