Sekitar 30 atau 40 tahun lalu, cerita sesungguhnya. LS dan kembarannya, Mrs. LS (inisialnya sama :D) adalah anak terakhir di keluarga besarnya. Sejarahnya, kakak-kakaknya telah merantau ke kota besar, kebanyakan untuk menuntut ilmu. Bapaknya dengan gaji PNS tahun 80-an tidak bisa mencukupi semua kebutuhan. Ibunya, dengan tanah warisan yang cukup luas, bekerja keras menanam padi dan menjual hasilnya, terutama untuk menyekolahkan anak-anaknya. Hidup mereka di desa yang tidak begitu bagus airnya. Si kembar LS harus membantu ibunya, karena siapa lagi yang membantu kalo bukan mereka, secara kakak2 mereka sedang di luar kota.
Waktu itu, Mr. dan Mrs. LS kecil bertugas memandikan kerbau, cethik geni, mengangkat gabah, membawa beras ke pasar dan tugas-tugas di lapangan lainnya. Sepertihalnya anak-anak yang lain, katanya, mereka iri bisa bermain bebas, tidur bebas dan memilih makanan dengan bebas. Ibunya memang seringkali diceritakan sebagai orang yang galak. Mr. LS sering bercerita kalo dia sering dimarahi dan beneran dipukul kalo tidak melaksanakan tugasnya dengan sesuai keinginan. Ibunya, entah karena karakter atau karena kebutuhan, jika menjual beras, harganya 1000 rupiah ya 1000 rupiah. Ditawar serupiah-pun tidak akan diberikan. Kalo ada orang yang ngutang uang, hhhhh..... Demikian hari demi hari, Mr. LS tumbuh sebagai anak petani yang sibuk di sawah. Sekarang, keluarga Mr. LS sudah melampaui masa-masa sekolah dan masing-masing telah berkeluarga. Anaknya ada yang dokter, insinyur, ekonom, petani, maupun guru. Si ibu telah memetik hasil kerja kerasnya. Mr. LS sendiri menjadi insinyur dan bekerja dengan layak.
Suatu hari, Mr. LS ingin menjual
Dibalik itu, Mr. LS secara tidak sadar, mungkin, berkarakter seperti ibunya. Keras dan tegas. Ya pak, begini kondisi mobilnya dan saya maunya harga sekian, begitu ujarnya berkali-kali kepada calon pembeli. Sayangnya, dia punya istri yang too soft. Ya udahlah pah, ditawar 1 juta aja dikasih aja, kan papa udah untung banyak, kata si istri. Akhirnya, jual beli terjadi dan transaksi di bank. Si pembeli membayar melalui 2 bank, di bank M, dibayar cash sekian, di bank B ditransfer sekian rupiah.
Pembayaran dilakukan di bank B terlebih dulu. Kemudian di bank M, eh... bisa-bisanya si pembeli nawar 500ribu dari harga yang sudah disepakati. Mr. LS menjawab dg santai: Pak, ini masih di bank, kalo bapak ga mau harga yang saya mau, saya kembalikan uangnya sekarang juga. Ruar biasa. Kalo yang ambil keputusan istrinya Mr. LS, pasti udah stupidly bilang, ya udah pak, ga pa pa, cuma 500ribu aja. Akhirnya, si pembeli akhirnya bayar full juga.
Berhari-hari setelah kejadian itu, Mr. LS masih membahas tentang harga jazz yang turun 1 juta rupiah dari yang diinginkan. Padahal, jika dihitung dari harga pembelian + maintanance costs, dia udah untung paling tidak 25 juta. Does 1 juta make a matter out of this 25 juta?
Kalo di-trackback, ibu Mr. LS termasuk pedagang yang sukses. Mr. LS pun dapat dikatakan sukses dalam penjualan mobil jazz itu. Mungkin karakter seperti itu yang diperlukan untuk menjadi sukses jadi pedagang, benarkah? Mr. LS dalam hal jual beli yang lainnya pun cukup teliti... hmmm... anyway, mobil jazz itu punya kenangan. Selain pernah crashed-out dengan parah oleh pemilik sebelum Mr. LS, juga dijual dengan proses yang menumbuhkan karakter yang impressive. Mr. LS kelihatan aslinya, dalam hal monitize.
No comments:
Post a Comment