“Kami pernah berjanji, jika dikarunia anak berlainan jenis akan besanan untuk memperteguh tali persaudaraan. Karena itu ibu mohon keikhlasanmu”, ucap beliau dengan nada mengiba.
Dalam pergulatan jiwa yang sulit berhari-hari, akhirnya aku pasrah. Aku menuruti keinginan ibu. Aku tak mau mengecewakan ibu. Aku ingin menjadi mentari pagi dihatinya, meskipun untuk itu aku harus mengorbankan diriku.
Dengan hati pahit kuserahkan semuanya bulat-bulat pada ibu. Meskipun sesungguhnya dalam hatiku timbul kecemasan-kecemasan yang datang begitu saja dan tidak tahu alasannya. Yang jelas aku sudah punya kriteria dan impian tersendiri untuk calon istriku .............................................................................................................................................
Ah forget it! Yang telah tertulis itu bukan milikku. Itu adalah penggalan awal kisah berjudul RAIHANA, diambil dari buku “Pudarnya Cahaya Cleopatra” , Novel Psikologi Islam Pembangun Jiwa, dan aku copy paste aja kok... dan nggak tega rasanya mau copy paste semuanya. Aku terhanyut dengan blog-blog di sini yang juga mengopy paste kisah Raihana tersebut. Dan memang... setelah baca Raihana ini, aku merasa keciiiilll sekali. Astaghfirullohal adziiiim...
mari ngibadah ngibadah dan ngibadah...
1 comment:
oooohh... habis baca Raihana ini to... *_*
Post a Comment